Monumen Pantat Bugil untuk Stasiun Radio Malabar (Radio Malabar II)

Monumen Radio Malabar di Kota Bandung era 1930-an. Di area tersebut kini berdiri Masjid Istiqomah. (Koleksi Tropen Museum)

*Tulisan ini terbit di Koran Sindo edisi Januari 2015.

MENGAPRESIASI beroperasinya Stasiun Radio Malabar, pemerintah Hindia Belanda membuat sebuah monumen di Taman Citarum, yang kini berdiri Masjid Istiqomah, Kota Bandung. Monumen Stasiun Radio Malabar itu dirancang oleh C.P. Wolff B. Coops, dan diresmikan pada 27 Januari 1930.  

Sudarsono Katam dalam buku Tjitaroempein mengisahkan keberadaan monumen ini.  Monumen Stasiun Radio Malabar berbentuk bola yang menggambarkan bumi. Di kedua sisinya disertakan dua patung laki-laki tanpa busana. Satu patung laki-laki tampak dalam posisi menempelkan tangan ke mulut tanda berteriak, dan patung di sisi bola lainnya sedang memegang telinga tanda mendengarkan. Di bagian bola sendiri, terdapat puisi berbahasa Belanda yang menjelaskan maksud didirikannya monumen. Uniknya, karena patung telanjang itulah, masyarakat lebih suka menyebut Monumen Stasiun Radio Malabar dengan nama Monumen Pantat Bugil.

“Pemilihan bentuk monumen itu tidak ada alasan apa-apa. Sejak masa renaisans, di Eropa patung-patung memang dibuat telanjang. Nah, kebiasaan itu juga ikut masuk ke Hindia Belanda, salah satunya Monumen Stasiun Radio Malabar ini. Tapi semuanya pun bukan untuk menonjolkan vulgaritas, itu murni seni. Hanya saja di kita masih tabu,” ucap Sudarsono Katam di kediamannya.

Sayangnya, nasib Monumen Stasiun Radio Malabar sama tragisnya dengan Stasiun Radio Malabar sendiri. Monumen ini di hancurkan. Hanya saja, hingga kini tidak diketahui dengan jelas siapa yang menghancurkannya, termasuk atas perintah siapa penghancuran monumen itu dilakukan.

“Monumen itu musnah di sekitar tahun 1950. Masyarakat Bandung sendiri tidak ada yang sadar kapan monumen itu hancur, tepatnya tanggal berapa tidak ada yang tahu. Hanya saja berdasarkan ingatan, monumen itu mulai tidak ada di kisaran tahun 1950,” ucap Katam.

Penulis sekaligus peneliti sejarah Bandung itu menganalisa, penghancuran Monumen Stasiun Radio Malabar dilatarbelakangi sikap anti-Belanda. Di medio 1950-an, perasaan antipati terhadap bangsa Belanda memang tengah memuncak. Selain alasan tersebut, ujar Katam, bentuk patung yang menyinggung aspek kesusilaan juga menjadi alasannya.

“Memang saat itu lagi era anti-Belanda, ditambah masyarakat Bandung tidak suka dengan bentuk patung yang tidak senonoh. Karena faktor susila itulah makannya monumen itu dihancurkan,” tuturnya.

Setelah monumen tersebut musnah, Taman Citarum yang di masa kolonial dikenal dengan nama Tjitaroemplein cenderung tak terurus. Lahan bekas Monumen Stasiun Radio Malabar kemudian dibangun Masjid Istiqomah di akhir dekade 1960-an.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *