
*(Tulisan saya yang satu ini juga dimuat di kolom Kompas.com. Sudah lama malahan. Seperti biasa, saya posting ulang di website ini sebagai arsip pribadi. Tulisan versi tayang Kompas bisa dibaca dengan klik di sini )
AKHIR pekan kemarin, Sabtu (1/6/2024), Kota Bandung lumpuh. Konvoi tim Persib yang menjuarai Liga 1 2024, membuat jalanan kota kembang berubah fungsi jadi arena perayaan.
Di Bandung, ini bukan hal baru. Kami sudah melakukannya setidaknya sejak 1937. Koran berbahasa Sunda di era Belanda, Sipatahoenan terbitan Mei 1937, mencatat dengan detail momentum konvoi di masa penjajahan tersebut.
Kabar di Luar Nalar
Selasa, 18 Mei 1937, sebuah telegram dari Solo diterima oleh Juragan Sadikin di Bandung. Telegram yang membawa pesan bahwa Persib berhasil mengalahkan tuan rumah sekaligus juara bertahan, Persis Solo. Partai pamungkas yang digelar di Stadion Sriwedari itu tuntas dengan skor tipis 1-0.
Lewat kemenangan dramatis pada Senin, 17 Mei tersebut, Persib resmi menjadi juara Liga 1937. Juragan Sadikin tentu tak menyangka. Bagaimanapun Persis Solo adalah lawan berat karena berstatus tim raksasa. Namun itulah kenyataannya.
Di waktu yang tak jauh berbeda, sambungan telepon diterima Juragan Atmadinata. Juga datang dari Solo dan mengabarkan informasi serupa. Dari dua orang juragan Bandung itulah, kabar Persib menjuarai kompetisi 1937 perlahan menyebar ke seantero kota dan membuat Bandung bergembira.
Selepas menerima telegram, Juragan Sadikin langsung mengabari Kanjeng Dalem, sebutan untuk Bupati Bandung (belum ada pemisahan wilayah kota dan kabupaten Bandung). Selain memberi tahu gelar juara yang diraih Persib, ia juga mengusulkan pada Kanjeng Dalem agar pemerintah kota menyiapkan penyambutan. Tim Persib diketahui pulang dari Solo menggunakan kereta api, dan akan tiba di Stasiun Bandung pada Selasa sore pukul 17.15.
Tak hanya Juragan Sadikin yang langsung bergerak. Sejumlah tokoh Bandung lekas mengambil inisiatif masing-masing setelah menerima kabar Persib juara. Oto Iskandar di Nata langsung menghubungi kepolisian Bandung untuk meminta penjagaan di sepanjang jalur dari stasiun Bandung ke gedung kabupaten (sekarang Pendopo Kota Bandung) hingga Gedung Himpoenan Soedara. Itulah rute konvoi yang direncanakan.
Juragan Wandi, langsung menyiapkan musik untuk penjemputan. Ia merupakan tokoh penting di percetakan Pangharepan yang para pegawainya memiliki grup musik. Juragan Djalil dan Juragan Gandjar yang berkiprah di bidang pendidikan, langsung menggerakkan “Padvinderij Organisatie Pasundan” (semacam organisasi kepanduan) untuk membantu mengawal para pemain Persib saat tiba dan selama iring-iringan.
Juragan Koerdi yang berasal dari kalangan media massa, berinisiatif mencetak 10.000 selebaran untuk disebar ke seluruh penjuru Kota Bandung. Isinya, kabar bahwa Persib juara di Solo dan informasi rencana konvoi penjemputan. Saking banyaknya edaran yang disebarkan dengan dilempar ke udara, Koran Sipatahoenan mengumpamakan layaknya kupu-kupu yang beterbangan.
Pada saat yang sama, Juragan Atmadinata memilih diam di tempat. Dia fokus dengan telefonnya, menghubungi orang-orang Bandung yang sudah memiliki pesawat telefon.
Sementara itu, Juragan Dachlan menulis banyak surat untuk tokoh-tokoh yang belum memiliki telepon. Singkatnya, kabar Persib juara di Solo dan informasi soal penjemputan di stasiun Bandung, tersebar cepat dalam hitungan jam.
Kerumunan Massa di Ujung Selasa
Stasiun Bandung pun mendadak ramai pada Selasa sore. Mulai dari para pejabat hingga warga biasa, semua bersiap menyambut sang juara. Uniknya, di antara kerumunan, turut hadir warga-warga Belanda. Sejumlah tokoh Belanda di Kota Bandung bahkan terlihat juga di barisan pejabat pribumi.
Hujan yang sempat mengguyur, tak membuat kerumunan terurai. Pukul 17.15, kereta yang membawa tim Persib dari Solo akhirnya tiba di Stasiun Bandung. Kerumunan warga mendadak riuh. Sorak-sorai terdengar seketika. Musik yang disiapkan juga lekas ditabuh. Semua suka-cita.
Ana, menjadi pemain Persib pertama yang turun dari kereta. Dia langsung disambut oleh sejumlah pembesar Bandung, termasuk para pengurus Persib yang tidak ikut ke Solo. Salah satu prosesi penyambutan adalah dengan mengalungkan rangkaian bunga.
Semua anggota tim Persib lantas diarahkan untuk naik mobil iring-iringan. Konvoi pun bergerak. Di bagian awal rangkaian konvoi, tim padvinder menjadi pembuka jalan. Di belakang mereka, grup musik menabuh beragam alat menciptakan suara riuh. Baru di urutan setelahnya, para pemain Persib menyapa warga Bandung.
Konvoi dilakukan dengan jarak kira-kira 2 kilometer. Dimulai dari stasiun Bandung, memasuki Kawasan Pasar Baru, lalu masuk Groote Postweg (sekarang Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Asia Afrika), lalu ke Alun-alun, dan masuk ke Pendopo.
Setibanya di Pendopo, tim Persib langsung disambut oleh Kanjeng Dalem. Pimpinan Bandung itu pun memberikan pidatonya. Intinya, sang bupati mengungkapkan kegembiraan. Bukan hanya gembira sebagai pimpinan wilayah, tapi juga bergembira sebagai “Bandoenger” alias orang yang lahir dan tumbuh di Bandung. Dia pun berharap gelar juara ini bisa dipertahankan di tahun selanjutnya.
Setelah Kanjeng Dalem tuntas berpidato, hidangan lantas disuguhkan. Minuman teh dan beragam makanan spesial diletakkan untuk dinikmati tim Persib, juga para tamu.
Tidak hanya meja penuh santapan, ada pula meja yang difungsikan sebagai tempat mengumpulkan hadiah. Para tokoh Bandung ramai-ramai menyimpan hadiah untuk tim Persib di meja itu, salah satu yang paling menarik perhatian adalah sebelas pasang sepatu untuk para pemain.
Acara berlanjut, kali ini giliran perwakilan pengurus NIVU (Nederlandsch-Indische Voetbal Unie/Federasi sepak bola Hindia Belanda/saingan PSSI) wilayah Bandung yang angkat mikrofon. Intinya sama, NIVU bersyukur Persib Bandung menjadi juara. Dia pun berharap di tahun selanjutnya Persib bisa mempertahankan gelar.
Setelah rangkaian acara di pendopo kelar, konvoi berlanjut hingga titik akhir di Gedung Himpoenan Soedara. Pesta pun selesai.
Atas Nama Kota
Lantas mengapa bisa konvoi Persib juara 1937 diikuti pula para warga Belanda? Dalam acara penyambutan di stasiun dan pendopo Bandung, pengurus NIVU bahkan ikut maju berbicara.
Saat itu, memang terdapat dua kompetisi sepak bola yang bergulir, masing-masing digelar oleh PSSI dan NIVU. Dilalah, tahun 1937 menjadi tahunnya Bandung. Pasalnya, tim VBBO (Voetbal Bond Bandoeng en Omstreken) yang merupakan perwakilan Bandung berhasil menjadi juara nasional di kompetisi khusus bangsa Belanda yang digelar NIVU. Pun Persib Bandung yang menjadi juara nasional di kompetisi kaum pribumi yang digelar PSSI.
Alhasil, baik warga pribumi Bandung, maupun warga Belanda yang tinggal di Bandung, sama-sama tengah bergembira atas nama tempat tinggal mereka. Saat itulah, kaum nasionalis dan kolonialis di Bandung sejenak melupakan benturan ideologi masing-masing. Berpesta bersama merayakan sepak bola.***